Ibnu Sina
Assalamualaikum, pembaca.
Bagaimana aktifitas hari ini? Semoga apa yang kita lakukan selalu mendapat
ridho Allah SWT, aamiin.. :)
Belakangan ini saya sedang senang membaca
biografi orang-orang yang memilki
pengaruh di dunia. Sebelumnya saya bahas tentang Bapak Aljabar, Al-Khawarizmi.
Kemahsyuran beliau dalam bidang ilmu pengetahuan tidak diragukan lagi. Para
ilmuwan Barat pun mengakui kecerdasannya. Nah, sekarang saya ingin bahas
seorang ilmuwan islam yang tidak kalah berpengaruhnya dengan al-Khawarizmi. Dia
adalah seorang muslim yang ahli dalam bidang kedokteran. Pasti sudah tahukan?
Ya, beliau adalah Ibnu Sina.
Siapa yang tidak kenal dengan nama Ibnu Sina? Beliau
adalah sosok muslim yang sangat besar pengaruhnya dalam penyebaran ilmu
pengetahuan, terutama dalam bidang kedokteran. Nama lengkap Ibnu Sina ialah Abu
Ali al-Hussain Ibnu Abdullah. Tetapi di Barat lebih dikenal sebagai Avicenna.
Beliau lahir di Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan) pada tahun
370 Hijriah bersamaan dengan 980 Masehi. Ayahnya, seorang sarjana terhormat
Ismaili, berasal dari Balkh Khorasan. Dia adalah gubernur suatu daerah di salah
satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah Afghanistan (dan juga Persia).
Dia menginginkan putranya dididik dengan baik di Bukhara.
Pendidikan awalnya bermula di
Bukhara dalam bidang bahasa dan sastra. Selain itu, beliau turut mempelajari
ilmu-ilmu lain seperti geometri, logika, matematik, sains, fiqh, dan
pengobatan. Walaupun Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu pengetahuan termasuk
falsafah, tetapi beliau lebih menonjol dalam bidang pengobatan seperti seorang
doktor ataupun mahaguru ilmu tersebut.
Ibnu Sina juga merupakan seorang
penulis yang produktif menghasilkan berbagai macam karya. Beliau sudah
mengarang 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak diantaranya
memusatkan pada filosofi dan kedokteran.Ibnu Sina dianggap oleh banyak orang
sebagai “Bapak Kedokteran Modern.” George Sarton menyebut Ibnu Sina “ilmuwan
paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua
bidang, tempat, dan waktu.” Bukunya yang terkenal adalah Al Qanun fil Tabib dan
telah diterbitkan di Rom pada tahun 1593 sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dengan judul Precepts of Medicine. Bahkan dalam jangka waktu tidak
sampai 100 tahun, buku ini telah dicetak ke dalam 15 bahasa. Pada abad ke-17,
buku tersebut telah dijadikan sebagai bahan rujukan dasar di
universitas-universitas Italia dan Perancis. Malahan hingga abad ke-19, bukunya
masih dicetak ulang dan digunakan oleh para pelajar kedokteran.
Ibnu Sina juga telah menghasilkan
sebuah buku yang diberi judul Remedis for The Herart yang mengandung
sajak-sajak pengobatan. Dalam buku itu, beliau telah menceritakan dan
menguraiakan 760 jenis penyakit bersama dengan cara mengobatinya. Hasil tulisan
Ibnu Sina sebenarnya tidak terbatas kepada ilmu pengobatan saja. Tetapi turut
melingkupi bidang dan ilmu lain seperti metafisik, musik, astronomi, philogi
(ilmu bahasa), syair, prosa, dan agama.
Kecerdasan yang dimiliki Ibnu
Sina tidak serta merta datang tanpa usaha yang keras. Beliau sangat gigih dalam
mempelajari segala macam aspek ilmu pengetahuan. Pada larut malam dia akan
melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya dengan kadangkala
segelas susu kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah akan mengikutinya dan
memberikan solusinya. Ibnu Sina
pernah menceritakan pengalamannya
mempelajari pemikiran Aristoteles, dan
mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak
40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca
syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi,
filosof muslim sebelumnya.
Ibnu Sina mulai menjadi terkenal setelah
berhasil menyembuhkan penyakit Putera Nub Ibn Nas al-Samani yang gagal diobati
oleh doktor yang lain. Sang Raja
hendak memberikan hadiah. Namun, Sina hanya meminta diperbolehkan melahap semua
buku yang ada di perpustakaan istana. Beliau adalah seorang yang dermawan dalam
menyembuhkan para pasiennya karena beliau tidak pernah mengharapakan bayaran
dari setiap pasien yang ia sembuhkan. Kehebatan dan kepakaran dalam
bidang pengobatan tidak ada bandingannya sehingga beliau diberikan gelar
al-Syeikh al-Rais (Mahaguru Pertama). Pada usia 17 tahun, ia menjadi dokter muda
yang mahsyur dan hebat.
Pandangan pengobatan Ibnu Sina turut dipengaruhi oleh asas dan teori
pengobatan Yunani khususnya Hippocrates. Pengobatan Yunani berasaskan teori
empat unsur yang dinamakan humours yaitu darah, lendir (phlegm), empedu kuning
(yellow bile), dan empedu hitam (black bile). Menurut teori ini, kesehatan
seseorang mempunyai hubungan dengan campuran keempat unsur tersebut.
Keempat-empat unsur tersebut harus berada pada kadar yang seimbang dan apabila kesinambungan
ini diganggu maka seseorang akan mendapat penyakit. Setiap individu dikatakan
mempunyai keseimbangan yang berlainan. Meskipun teori itu didapati tidak tepat
telah meletakkan satu landasan kokoh kepada dunia pengobatan untuk mengenal
pasti sumber penyakit yang menjangkiti manusia. Ibnu Sina telah menapis
teori-teori kosmogoni Yunani ini dan mengislamkannya.
Ibnu Sina percaya bahwa setiap tubuh terdiri daripada empat unsur yaitu
tanah, air, api dan angin. Keempat unsur ini memberikan sifat lembab, sejuk,
panas dan kering serta senantiasa bergantung pada unsur lain yang terdapat
dalam alam ini. Ibnu Sina percaya bahwa wujud ketahanan semula jadi dalam tubuh
manusia untuk melawan penyakit. Jadi, selain keseimbangan unsur-unsur yang
dinyatakan itu, manusia juga memerlukan ketahanan yang kuat dalam tubuh bagi
mengekalkan kesehatan dan proses penyembuhan.
Seperti
yang dijelaskan sebelumnya bahwa Ibnu Sina tidak hanya menguasai ilmu
kedokteran tapi juga ilmu lainnya, salah satunya adalah filsafat. Belaiu menulis
sebuah kitab yang berjudul al-Syifa (buku penyembuhan) yang merupakan
ensiklopedi filsafat. Konon, kitab itu diselesaikan dalam waktu 20 hari.
Pandangan filsafat Sina berhasil mempersatukan tradisi Aristotelian, pengaruh
neo-platonik dan teologi Islam. Dalam bahasa Latin, kitab itu disebut sanatio.
Kitab itu mempunyai pengaruh yang luas terhadap filsafat Barat dan Timur. Para
penulis Persia menyejajarkan buku itu dengan al-Magest karya Plotemy.
Selain
kedokteran dan filsafat, Sina juga sangat berjasa dalam mengembangkan
pengetahuan lain. Dalam bidang astronomi pun ia dikenal sangat mahir. Beliau dipercaya
oleh Alaud Dawlah untuk memerbaiki sistem penanggalan yang sudah ada dan
merencanakan pembuatan observatorium. Ia juga menentang anggapan keliru para
astronom Yunani, Arab dan Hindu yang mempertahankan pendapat kemiringan gerhana
mengecil secara berangsur-angsur ke arah Khatulistiwa.
Dalam
bidang kimia, Sina tidak percaya pada kemungkinan terjadinya transmulasi kimia
pada bahan metal. Pandangannya itu secara radikal bertentangan dengan pandangan
umum saat itu. Risalahnya dalam penelitian mineral merupakan salah satu sumber
utama yang sering menjadi rujukan para ensiklopedis geologi Kristen di abad
ke-13. Ia juga menulis karya-karya tentang kesusastraan dan leksikografi.
Karya-karya sastranya semisal Hayy Ibn Yaqdzan dan al-Tair, memandu arah
perkembangan sastra di Iran, Afghanistan, Asia Tengah, dan negara-negara Arab.
Ibnu
Sina tak pernah bisa betah di suatu tempat. Ia menjelajah ke berbagai negeri sambil
mengembangkan ilmu pengetahuan dan filsafat. Akhirnya, ia mengalami semacam
kelelahan mental hebat. Ada juga yang menyebutkan ia menderita sakit perut dam
berusaha mengatasi penyakit itu. Namun, penanganan yang dilakukan berlebihan,
sehingga mengalami komplikasi pada ususnya. Hingga akhirnya sang ilmuwan muslim
itu meninggal di Hamadan pada usia 57 tahun bertepatan dengan 1037 M.
Tahukah
akhi dan ukhti, Ibnu Sina mampu menulis rata-rata 50 halaman per hari. Dunia
pun mengakui kebesaran namanya. Sebagai buktinya, namanya diabadikan sebagai
nama sebuah auditorium besar pada fakultas kedokteran Universitas Paris,
Prancis. Tak berlebihan, kalau ia disebut sebagai intelektual muslim paling
berpengaruh di dunia.
Subhanallah ya kahi dan ukhti, zaman sekarang jarang kita menemukan
sosok yang seperti beliau yang begitu cerdas dan dermawan. Ketika menyembuhkan
seorang raja dan hendak diberi hadiah malah hanya meminta izin menadapat akses
membaca buku sebanyak mungkin di perpustakaan. Itu menandakan bahwa orang
secerdas Ibnu Sina tidak pernah puas dengan ilmu yang sudah diperolehnya dan
ingin terus mengasah kemampuannya di berbagai bidang. Coba, ilmuwan yang super
hebat seperti Ibnu Sina saja haus akan ilmu pengetahuan, tidak pernah bosan
membaca buku dan menggali ilmu yang belum ia kuasai. Bandingkan dengan pemuda
sekarang, banyak yang mengeluh ketika disuruh belajar. Di antara kita mungkin
ada yang malas membaca buku dan merasa puas dengan ilmu yang sudah kita
dapat. Alangkah baiknya jika kita bisa
meneladani sikap beliau. Semoga kita bisa menjadi hamba Allah yang tidak pernah
puas dengan ilmu yang didapat dan senatiasa mengasah kemapuan lain agar semakin
banyak ilmu yang kita dapat dan bisa mengaplikasikannya dan bermanfaat bagi
orang lain. aaminn.
Tulisan ini saya ambil dari berbagai sumber secara acak dan ada
beberapa penambahan kata dari saya sendiri. Jadi mohon maaf apabila ada yang
kurang akurat kebenarannya. Semoga bisa menjadi bacaan yang menginspirasi akhi
dan ukhti.
Syukron.. :)
Komentar
Posting Komentar