Aku Tidak Seegois Itu
Assalamualaikum.Wr.Wb.
Bagaimana
kabarnya akhi dan ukhti? Semoga selalu sehat dan dalam ridho -Nya.. Aamiin..
Sudah
lama ya saya tidak bercerita. Kali ini saya ingin bercerita tentang kehidupan rumah tangga sepasang suami istri. Keduanya adalah
teman saya. Yang perempuan merupakan teman baik , dan yang laki-laki teman
jauh. Kebetulan usia si lelaki lebih tua dari saya dan dia adalah kakak tingkat
saya saat SMP dan SMA.
Saya tidak bisa menyebut nama mereka berdua. Khawatir mengganggu privasi mereka. Saya pakai nama samaran saja ya. Sebut saja teman perempuan saya ini Bunga, dan si lelaki Kumbang, cieee jadi inget nyanyian dangdut ya? hehehe
johnreillyblog.blogspot |
Bunga
dan Kumbang berteman cukup lama. Mereka tetangga dekat, hanya beda gang saja.
Bunga adalah salah satu teman saya yang parasnya cantik, dan Kumbang sudah lama
menyimpan rasa suka pada Bunga. Perjuangan Kumbang mendapatkan Bunga pun
terbilang tidak mudah. Namun karena keseriusan Kumbang dan juga atas kehendak
Allah, Kumbang bisa mendapatkan hati Bunga beserta keluarganya dan akhirnya
mereka menikah.
Mereka
menikah dibulan September, dan sekarang Bunga sedang hamil usia 3 bulan. Teman
saya yang perempuan ini, si Bunga adalah anak bungsu dari 2 bersaudara. Kakak
nya yang anak pertama sudah menikah dan memiliki 2 anak.
Bunga
sangat disayang dan bisa dibilang dimanja oleh kedua orang tuanya. Sedari kecil
dia tidak pernah jauh dari kedua orang tuanya. Belum pernah merantau atau pisah
dari rumah orang tuanya. Bukan karena Bunga tidak mau, tapi orang tuanya tidak
mengizinkan anak perempuan bungsu nya pergi jauh dari sisi mereka.
Hingga
setelah menikahpun Bunga tidak lepas dari rumah orang tuanya. Masih tetap
tinggal dengan ayah ibunya beserta sang
suami. Hal ini mungkin salah satu penyebab masalah dalam rumah tangga Bunga dan
Kumbang.
Kumbang
adalah salah satu karyawan swasta dipabrik triplek. Penghasilannya terbilang
cukup untuk kehidupan mereka berdua.
Sebelum menikah dengan Bunga, Kumbang tinggal mengontrak bersama teman
kerjanya. Dan setelah menikah cita-cita Kumbang adalah hidup berdua dengan sang
istri disebuah kontrakan dekat tempat kerjanya. Karena rumah orang tua mereka
berdua jauh dari tempat kerja Kumbang. Sangat melelahkan baginya jika harus
pulang pergi. Sehingga Kumbang sangat berharap Bunga mau ikut hidup bersamanya
di kontrakan yang sudah dia rencanakan.
Bunga
yang tidak pernah pergi jauh dari kedua orang tuanya sedikit merasa takut.
Namun dia tetap beranikan dirinya untuk pisah dari kedua orang tuanya dan
belajar hidup mandiri bersama sang suami. Kedua orang tuanya sempat khawatir
namun tetap tidak bisa berbuat banyak jika memang ini yang diinginkan suami
sang anak. Saya sempat tertawa mendengar cerita Bunga soal kisah pindah
rumahnya. Saking khawatirnya orang tua Bunga terhadap anak perempuan yang
mereka sayangi itu, mereka menyiapkan segala keperluan rumah tangga anaknya.
Mulai dari beras, mie, telor, teh gula, minyak , sabun cuci, sabun mandi,
penggilasan baju, penanak nasi, dan lain sebagainya tanpa ada yang tertinggal.
Alhasil Bunga bilang ke saya " Gue mah Mel, kaya bukan pengantin baru yang
mau ngontrak sama suami. Tapi kaya anak yang baru mau mondok (pesantren). Mama
sama Bapak gue kaya mau ngelepas anaknya yang mau mondok sebulan ya?".
Mendengar ini saya tertawa. Ya, barang bawaan yang disediakan oleh kedua orang
tua Bunga tidak sedikit. Satu truk disewa untuk mengangkut barang tersebut.
Semua sudah terinci dengan sempurna, bahkan sampai uang jajan pun orang tuanya
memberikan kepada Bunga dengan penuh rasa khawatir. Khawatir anaknya tidak punya
uang untuk membeli makanan yang dia suka saat sang suami mungkin belum gajian,
dan pikiran lainnya yang menghantui benak orang tua Bunga.
Singkat
cerita, Bunga akhirnya tinggal berdua bersama suaminya disebuah kontrakan yang
layak. Namun karena Bunga yang masih teringat bagaimana tinggal bersama orang
tuanya, dan menyadari hanya tinggal dirinya dan suaminya dirumah itu dia
akhirnya menangis sedih setiap harinya. Melihat Bunga menangis seperti itu
jelas Kumbang tidak tega. Walaupun hati kecilnya ingin tetap tinggal berdua,
namun dia mengalah demi istrinya. Alhasil Bunga dan Kumbang hanya bertahan 3
hari tinggal jauh dari orang tua Bunga.
Kumbang harus kembali kerumah mertuanya saat hari libur kerja. Semua persiapan
yang disiapkan orang tua Bunga hanya bertahan 3 hari saja.
Dua
bulan berlalu dan akhirnya Bunga hamil. Mengandung buah cintanya bersama sang
suami. Kondisi fisik Bunga yang memang kecil dan kurus membuatnya banyak
mengalami kesulitan saat hamil. Sering pusing, mual, dan lain sebagainya adalah
proses nyidam yang dia alami belakangan ini. Namun tidak hanya itu, kondisi
fisiknya makin menurun dan semakin kurus. Bahkan sering pingsan. Saya sendiri
prihatin mendengarnya.
Dengan
kondisi seperti ini jelas tidak mungkin bagi kedua orang tua Bunga untuk
melepas anaknya jauh dari pengawasan mereka. Khawatir akan terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan terhadap anak dan calon cucunya. Kumbang harus berlapang dada
dan menerima kenyataan bahwa istrinya membutuhkan kedua orang tuanya
disaat-saat seperti ini. Dia harus mengalah untuk membiarkan istri dan calon
buah hatinya tinggal lebih lama dirumah sang mertua. Bahkan bisa jadi Bunga
tidak diperbolehkan pindah rumah sampai anaknya lahir. Ini sangat bisa terjadi
mengingat orang tua Bunga sangat menyayangi anaknya itu.
Disini
masalah mulai muncul. Bunga yang memang dekat dengan saya mulai mencurahkan
segala isi hatinya kepada saya. Terakhir saya berkunjung kerumahnya beberapa
minggu lalu terlihat dari raut wajahnya seperti ada beban yang dia fikirkan
selama ini. Dia bercerita ke saya bahwa sekarang Kumbang mulai egois. Padahal
selamai ini Bunga juga banyak menanggung beban fikiran.
Saya
cukup tahu sifatnya Bunga. Saya kenal dia sejak SD. Sedikit banyak saya
mengerti bagaimana menghadapi keluh kesahnya dan mendalami perasaan yang dia
alami sekarang. Meski saya belum berumah tangga seperti dia tapi
sedikit-sedikit saya mengetahui prinsip pernikahan yang baik menurut agama
islam.
Saya
dengarkan semua keluh kesahnya melalui aplikasi WhatsApp. Dia bilang
" Mel, menurut loe selama gue
menikah apakah gue egois? Loe tahu semua bagaimana kehidupan gue dan Kumbang
dari sebelum sampai sesudah menikah. Baik itu watak gue, keadaan ekonomi gue
dan Kumbang, sampai posisi keluarga gue dan keluarga Kumbang dalam rumah tangga
gue. Kumbang selalu bilang kalau gue selama ini egois. Hanya memikirkan diri
sendiri aja. Gak pernah mikirin Kumbang. Gue bingung apa yang salah dari gue?
Dari segi finansial, gue gak pernah menuntut apa-apa dari Kumbang. Berapapun
uang yang dia kasih hasil jerih payah dia selalu gue terima. Gue gak pernah
minta sesuatu yang memberatkan dia. Bahkan gue sudah mulai belajar untuk mengatur
keuangan rumah tangga gue supaya gue bisa menabung dari pendapatan
Kumbang".
Sampai
disitu saya tanya ke Bunga "Oke, singkirkan dulu rasa kesel loe ke
Kumbang. Sekarang kita lihat sesuatunya dari sisi Kumbang. Posisikan diri kita
sebagai Kumbang. Sebagai seorang laki-laki dan suami loe, Bunga, sangat mungkin
bagi Kumbang merasa dirinya kurang bertanggung jawab. Kenapa? Karena saat ini
loe tinggal bersama orang tua loe dengan kasih sayang orang tua yang berlimpah,
makan disiapkan, dan loe diperhatikan dengan baik oleh kedua orang tua loe.
Bisa jadi dia merasa posisinya sebagai suami yang harusnya menjadi tameng
perlindungan loe yang pertama saat loe butuh tidak berjalan dengan semestinya.
Mungkin kumbang merasa tidak nyaman dengan orang tua loe. Bisa jadi Kumbang
merasa harga dirinya mulai turun dihadapan loe dan kedua orang tua loe. Meski
tidak bicara secara langsung, kemungkinan dia menyimpannya dalam hati dan
menunjukkannyaa dengan cara yang loe fikir dia egois, gak mau ngerti, ini dan
itu. Sekarang gue tanya, perlakukan orang tua loe bagaimana ke Kumbang selama
tinggal dirumah loe?"
Bunga
menjawab "Mel, orang tua gue sama sekali gak pernah berlaku kasar ke
Kumbang. Makan disiapkan dengan baik. Saat Kumbang pulang kerumah orang tua gue
nyiapin makanan yang enak-enak untuk Kumbang. Bahkan orang tua gue khawatir
kalau Kumbang belum pulang dan selalu nanya ke gue Kumbang kemana. Banyak hal
yang bikin gue kepikiran sendiri. Kurang apa gue dan keluarga gue selama ini,
Mel. Gue cuma pengen dia ngertiin gue di saat seperti ini. Gue lagi hamil,
butuh ketenanga fikiran dan batin. Bukan malah ngebatin. Loe lihat kan gue
kurus kaya kurang gizi? Ini karena gue banyak fikiran."
Melihat
perkataan Bunga saya faham bahwa dia sangat ingin dimengerti disaat-saat seperti
ini. Saya tidak bisa memberikan saran yang sesuai dengan kondisinya. Saya
memikirkan keduanya. Bukan bermaksud suudzon atau sok tahu. Kumbang mungkin
frustasi dengan posisi harga dirinya jika dilihat dari kondisi rumah tangganya
sekarang. Dia tidak bisa mengungkapkannya dengan baik kepada istrinya sehingga
hanya dengan cara seperti ini dia tunjukan rasa kacaunya. Meski ini hanya
terkaan, saya berharap Kumbang bisa mengutarakan semua hal yang berkecamuk
dalam hati dan fikirannya kepada Bunga agar semuanya bisa diselesaikan dengan
kepala dingin. Disisi lain saya juga
prihatin dengan Bunga yang harus banyak menanggung beban fikiran dan batin
sehingga berpengaruh kepada kondisi fisik dan kehamilannya. Dia butuh kasih
sayang dari suaminya dan butuh ketenangan batin dan fikiran agar tidak
mengganggu fikirannya dan perkembangan janinnya.
Akhirnya
saya hanya bisa berkata "Kalian harus banyak belajar berkomunikasi dengan
baik satu sama lain. Utarakan semua yang menjadi masalah dalam rumah tangga
kalian. Belajarlah terbuka satu sama lain. Jangan malu untuk mengutarakan
apapun yang mengganjal dihati. Jika tidak, kalian berdua yang akan susah
sendiri. Apa loe mau gue memulai chat ke Kumbang untuk membahas keluhan loe?
Mau gue yang sampaikan dengan bahasa gue sendiri ke Kumbang tanpa
menjelek-jelekkan sisi Kumbang maupun sisi loe? Gue akan bersikap netral
terhadap kalian."
Bunga
menolak. Dia tidak ingin Kumbang mengetahui bahwa masalah rumah tangganya
diketahui orang lain. Kumbang tipe orang yang tahan menyimpan masalah
sendirian. Jadi bisa dipastikan Kumbang tidak akan mau buka mulut soal
permasalahan rumah tangganya. Dan justru kemungkinan Kumbang akan marah kepada
Bunga jika sampai ada orang luar yang ikut campur dalam rumah tangganya. Maka
dari itu saya memutuskan untuk diam dan mengurungkan niat untuk menjadi pihak
netral diantara keduanya.
Akhirnya
saya hanya bilang ke Bunga untuk senantiasa bersabar, harus bisa menahan diri,
jaga kesehatan dan paksa untuk tidak memikirkan sesuatu yang akan membuat
dirinya dan kandungannya terganggu. Tetap tenang dalam menghadapi masalah, postitif
thingking atas semua sikap suami. Mungkin ini adalah salah satu cara Allah
untuk menjadikan Bunga wanita yang tegar. Saya akan dengan senang hati
mendengarkan keluh kesahnya jika ada sesuatu yag mengganggu fikirannya. Telinga
saya akan senantiasa siap menerima apapun isi cerita rumah tangga dan kehidupan
pribadinya.
Dari
cerita rumah tangga teman saya ini ada hal yang ingin saya sampaikan kepada
akhi dan ukhti. Bahwasannya lelaki adalah imam dalam rumah tangga. Seburuk
apapun dia selama tidak menyimpang dalam hal agama, dia tetap suami. Dia yang
menjadi tameng perlindungan pertama saat keluarga ukhti mengalami masalah. Ketika
menikah keputusannya adalah undang-undang yang wajib diikuti oleh istri, selama
keputusannya tidak menyimpang dari jalan Allah. JIka sang suami ingin tinggal
berdua dengan kita sebagai istrinya pasti dia punya alasan tersendiri. Saya
pernah mendapat pesan dari ayah saya (saya memanggil beliau Abah), beliau
bilang ke saya "Jika nanti kamu menikah, sebisa mungkin kamu harus pisah
dengan orang tua mu maupun mertua. Hiduplah mandiri berdua dengan suami kamu.
Bagaimanapun hidup berumah tangga dengan campur orang lain didalamnya tidak
akan seindah hidup berdua dengan pasangan mu sendiri. Didalamnya pasti ada
ketidaknyamanan baik dari sisi kamu maupun sisi pasangan mu". Pesan itu
akan saya ingat dan kelak jika saya saya menikah InsyaAllah akan saya
aplikasikan dalam kehidupan rumah tangga saya. Karena dibalik pesan itu pasti
Ayah saya menginginkan kehidupan rumah tangga anaknya selalu dalam kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Jika
akhi dan khti sudah memutuskan menikah dengan seseorang maka harus bisa
menerima segala kekurangannya. Jika dia bersalah, tegurlah dengan halus. Komunikasikan
semuanya dengan baik. Terbuka satu sama lain, dan jangan malu untuk memulai.
Hilangkan gengsi yang ada. Karena dalam pernikahan gengsi itu sudah seharusnya
dilenyapkan. Gengsi hanya akan meyusahkan diri masing-masing. Right?
Melan
mah ngomong doank, belum ngerasain rumah tangga sih. Pasti ada yang berkata
seperti itukan? Hehehe oke wajar jika ada yang berkata demikian, karena
tekadang teori berbeda dengan lapangan. Saya sadar bahwa saya tidak kompeten
dalam berbicara hal ini dengan alasan saya belum menikah dan belum pernah
merasakan lika liku rumah tangga. Justru dengan memberikan pendapat seperti
diatas saya malah mencoba belajar menarik kesimpulan yang ada. Saya belajar
dari rumah tangga teman saya itu. Bukan bermaksud menggurui, tapi hanya mencoba
menarik pelajaran yang ada sesuai dengan apa yang saya mengerti dan
menyampaikannya kepada akhi dan ukhti. Jika pada akhirnya akhi dan ukhti merasa
keberatan dengan kesimpulan dan saran saya, itu hak akhi dan ukhti. Saya tidak
memaksa akhi dan ukhti sependapat dengan fikiran saya. Oke?
Mohon maaf jika ada yang kurang
berkenan dihati pembaca. Tidak ada yang sepurnah didunia ini karena sejatinya
kesempurnaan hanya milik Allah semata. Semoga kita semua selalu dalam lindungan
Allah.
Syukron :)
Komentar
Posting Komentar