Dua Malaikat Ku



Assalamualaikum, akhi dan ukhti. Bagaimana kabar hari ini? Semoga sehat dan selalu meningkat imannya. Aamiin...

Mau sedikit curhat soal kepribadian saya nih.hehe.. Tidak apa-apa ya..? :) 
 
Meski terlihat cuek soal pasangan, terlihat ceria dan humoris saat berkumpul dengan kawan-kawan, dan jarang sekali menangis untuk masalah-masalah yang menimpa saya, tapi ada sisi lain dari diri saya yang menunjukkan bahwa saya manusia yang bisa mengeluarkan air mata saat sedih.

Kok saya jarang nangis kalau lagi ada masalah? Karena saya selalu ingat pada Allah ketika masalah menghampiri saya. Berusaha untuk positif thingking terhadap Allah dengan apa yang terjadi pada saya. Saya selalu berusaha yakin bahwa dibalik semua masalah pasti ada hikmahnya.

Seperti yang saya bilang diatas,  saya tetap seorang manusia yang punya hati yang bisa tersentuh, bisa nangis dan melow. Ada saat-saat dimana saya bisa nangis berjam-jam sampai mata saya bengkak. Menangis sejadi-jadinya sambil sesenggukan itu adalah ciri khas saya kalau lagi sedih. Apa yang bikin saya menangis?

Satu-satunya hal yang membuat saya menangis adalah berbicara mengenai ORANG TUA. Terutama mengenai sosok IBU. Betapapun cerianya saya saat sedang berkumpul dengan teman-teman, jika sudah bicara soal orang tua  raut muka saya akan langsung berubah sekejap. Air mata keluar begitu saja seperti ada yang mendorong. Dari dulu saya paling tidak suka menangis didepan orang lain. Karena itu bisa menunjukkan bahwa saya lemah. Tapi jika sudah menyinggung soal orang tua, sekuat apapun saya menahan diri untuk tidak menangis, saya tetap tidak bisa. Maka dari itu saya sebisa mungkin menghindari topik yang berhubungan dengan orang tua.

Ada pengalaman yang cukup membuat saya mati kutu dihadapan salah satu guru fisika saya saat SMA. Saya nangis sejadi-jadinya dihadapan beliau. Kenapa, Mel? Dulu saat saya masih SMA, guru fisika saya ingin bertemu dengan ibu saya. Entah, saya lupa waktu itu beliau ingin bertemu dengan ibu saya  mengenai hal apa. Yang jelas bukan karena saya  punya catatan jelek di sekolah ya. Hehe...

Singkat cerita, saya bawa ibu saya dihadapan beliau. Mengobrol sebentar dengan saya dan ibu saya. kita bertiga mengobrol santai saja saat itu. Tidak ada yang menegangkan. Sampai saat ibu saya pulang pun kita bertiga tetap rileks.

Hingga pada suatu hari, guru fisika saya tersebut memanggil saya untuk mengobrol didepan kelas. Saya ambil kursi dan duduk bersama beliau di depan kelas sementara yang lain tetap didalam. Awalnya beliau masih rileks berbicara dengan saya. Saya lupa tepatnya waktu itu beliau bahasa soal apa dengan saya, tapi saat itu beliau cukup marah dengan saya karena saya selalu saja menjawab pertanyaan beliau. Saya tipe orang yang susah mengalah memang, meskipun dengan orang yang lebih tua. Selama saya punya jawaban untuk bisa memberi penjelasan atas semua sikap yang saya lakukan maka akan saya jawab dengan lantang. 

Ternyata beliau tidak suka dengan sikap saya yang seperti itu. Beliau tidak suka dengan sikap saya yang tidak mau mengalah. Selalu saja menjawab kalau disalahkan. Mungkin saat itu saya memang salah, tapi saya tidak sadar akan kesalahan saya. Beliau utarakan sifat jelek saya itu tidak baik. Sampai pada akhirnya menyambung ke cerita saat saya mempertemukan ibu saya dengan beliau. Ternyata beliau memperhatikan cara bicara saya dengan ibu saya yang menurut beliau tidak sopan. Kebetulan saya dan ibu saya amat sangat akrab. Kami sangat dekat. Wajah saya dengan ibu saya bagai pinang dibelah dua. Mirip sekali. Jika orang yang tidak tahu kalau beliau adalah ibu saya, pasti mengatakan kalau beliau adalah kakak saya. Bahkan guru fisika saya sendiri tidak percaya kalau beliau itu ibu saya. Beliau memaksa saya mengaku bahwa itu bukan ibu saya. Lahhhh ini ibu saya, Bu. -_-‘

Lanjut cerita, guru saya itu bilang bahwa saya tidak boleh bicara dengan orang tua tanpa tata krama. Cara saya bicara dengan ibu saya yang terlalu dekat itu dinilai tidak baik. Padahal saya tidak melakukan apa-apa. Saya tetap memanggil ibu saya dengan panggilan mama. Tapi mungkin gestur tubuh saya yang tidak tepat. Pada akhirnya guru saya tersebut menjelaskan panjang lebar mengenai sosok ibu. Menjelaskan perjuangan seorang itu, kasih sayangnya, dan lain sebagainya. 

Lalu saya?? Saya nangis sesenggukan bak anak kecil yang tidak dibelikan permen oleh orang tuanya. Saya nangis pakai suara. Bayangkan, ditengah jam pelajaran yang sedang hening, saya malah nangis sesenggukan didepan kelas bersama guru fisika. Ada beberapa teman yang keluar dan sibuk melihat saya menangis. Ada yang ngintip lewat jendela. Ada yang sedang lewat tiba-tiba berhenti dan malah menonton saya yang sedang nangis kenceng. Apa yang teman-teman saya fikirkan saat itu? Mereka berfikir bahwa seorang MAELANI yang tidak punya catatan jelek soal nilai maupun tingkah laku, ternyata bisa dimarahi guru. Pasti kali ini Melan kelewatan bisa bikin guru fisika marah. 

Saat itu saya tidak peduli orang mau lihatin saya seperti apa, dan apa yang mereka fikirkan pun saya tidak peduli. Saya hanya memikirkan bagaimana saya bisa berhenti menangis. Soalnya saya susah berhenti kalau sudah menangis. Dan lagi kantung mata saya tebal, maka efeknya bisa dibayangkan saat nangis bagaimana.  Alhasil mata saya bengkak seperti orang nangis 5 hari 5 malam. Padahal nangisnya tidak sampai sejam. 

Kenapa saya bisa sampai nangis kelewaan seperti cerita diatas kalau lagi bicara soal orang tua? Alhamdulillah, saya dibesarkan di lingkungan keluarga yang utuh. Ayah dan ibu saya membesarkan saya bersama-sama. Saat susah dan senang mereka tetap berada di sisi saya. Keberadaan mereka yang utuh disaat saya ada masalah mampu membuat saya tersenyum. Kenapa? Karena setidaknya saya bisa melihat mereka berdua berdoa bersama untuk masalah yang saya hadapi. Meski kehidupan saya tidak dipenuhi dengan semua fasilitas mewah karena memang saya bukan dari kalangan orang berada, tapi saya tetap merasa bahagia. Sesulit apapun kehidupan saya, keberadaan keluarga yang utuh membuat saya merasa menjadi manusia yang paling beruntung.

Pernahkah akhi dan ukhti melihat anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang Broken Home? Meski anak itu hidup dalam kemewahan, segala yang dia inginkan dapat dipenuhi oleh orang tuanya, tapi di lubuk hati yang paling dalam anak itu akan lebih bahagia jika melihat orang tuanya bersama dan bisa bercanda tawa dengan dirinya. Right?

Rasa sayang kita terhadap orang tua tidak akan pernah sebanding dengan rasa sayang yang telah orang tua berikan pada kita. Sekalipun kita membangunkan sebuah istana dari emas untuk kedua orang tua kita, itu tidak akan bisa membalas jasa mereka sedikitpun, bahkan tidak seujung jari jentik mereka. 

Orang tua memang tidak pernah minta balasan atas jasa yang mereka berikan pada kita. Toh kitapun tidak akan pernah bisa membalasnya juga. Yang bisa kita lakukan untuk orang tua kita adalah menyenangkan hati mereka. Membuat mereka tersenyum, memberikan kasih sayang kepada mereka seperti yang pernah mereka berikan pada kita, patuh akan perkataannya, membuat mereka bangga telah membesarkan kita, dan mendoakannya agar kelak bisa mendapat tempat terbaik di sisi-Nya di akhirat.

Saya bukan manusia sempurna yang bisa dengan mudah menerapkan tulisan saya pada orang tua saya. Meski saya belum secara sempurna menerapkannya, tapi dari lubuk hati yang paling dalam, saya selalu ingin membuat mereka tersenyum bangga pada saya bagaimanapun caranya. Selalu....

Melalui tulisan ini saya ingin mengucapkan terima kasih saya untuk Dua Malaikat Terhebat saya. Semoga apa yang saya tulis bukan dianggap sebagai kata-kata manis belaka. Jujur, ini semua saya tulis dalam keadaan menangis, dan menghabiskan berlembar-lembar tissue. Mata pun bengkak seperti orang kena penyakit mata.  Semoga bisa memberikan inspirasi untuk para pembaca.



                  TERIMA KASIH UNTUK DUA MALAIKAT KU

  Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim.. terima kasih Kau telah menciptakan hamba melalui kedua orang tua hamba. Kau telah menempatkan hamba pada rahim ibu hamba sebagai tempat pertama Kau tiupkan roh pada jasad mungil hamba yang tidak berdaya.

Ya Allah, Ya Gaffar, terima kasih Kau telah memperdengarkan kalimat-Mu yang menenangkan (adzan) melalui suara merdu ayah hamba saat pertama kali aku keluar dari rahim ibu hamba. Terima kasih telah mengajarkan hamba mengenai dunia melalui ucapan manis penuh kasih sayanag ayah-ibu hamba saat hamba masih kecil. 

Ibu, terima kasih atas sentuhan lembut yang kau berikan saat memandikan aku  sewaktu aku kecil. Terima kasih atas belaian lembut yang kau berikan pada ku saat hendak tidur. Terima kasih atas gendongan lembut nan menenangkan yang kau berikan saat aku menangis rewel. Terima kasih atas kesiagaan mu di setiap malam untuk menjaga ku ketika aku mengganggu tidur mu dan menangis meminta kau tenangkan. Terima kasih atas ASI yang kau alirkan kedalam tubuhku sebagai makanan yang masuk kedalam mulutku saat pertama kali aku lahir kedunia.

Ayah, terima kasih atas semua kesigapan mu menemani Ibu saat aku hendak lahir ke dunia. Terima kasih atas pakaian lucu dan imut yang kau berikan pada ku saat pertama kali aku lahir kedua. Terima kasih kerelaan mu bangun bergantian dengan ibu saat tengah malam ketika aku terbangaun dan menangis meminta kau peluk. 

Ibu, Terima kasih atas kesabaran menghadapi tingkah ku yang menyebalkan saat berusia balita.  Tingkah ku yang mengacak-acak rumah, tingkah ku yang menangis bandel minta uang jajan, tingkah ku yang nakal saat di minta tidur lebih awal, dan tingkah bandel ku yang lain yang membuat mu sedikit jengkel.

Ayah, terima kasih atas gendongan manjamu saat kita pergi ke tempat perbelanjaan dan membelikan ku mainan sederhana. Terima kasih atas keikhlasan mu memberikan kesenangan pada ku agar aku bisa tertawa ketika minta dibelikan mainan, baju baru, sepatu, dan uang jajan. Dan terima kasih atas semua keringat yang mengalir dari tubuh mu saat bekerja  demi membahagiakan ibu dan anak-anak mu. Kelak keringat itu insyaAllah akan menjadi bekal menuju surga untuk mu di akhirat nanti. 

Ayah dan ibu, terima kasih karena telah mempertaruhkan nyawa kalian untuk anak-anak kalian. Kalian rela hidup susah demi anak-anakmu. Kalian rela tidak membeli barang mewah demi kebahagiaan anak-anak mu. Kalian rela menahan lapar demi membuat anak-anak mu kenyang. Kalian rela tidur beralaskan tikar kasar demi kenyamanan tidur anak-anak mu. 

Ayah dan Ibu, terlalu banyak jasa yang kalian berikan pada ku. Tidak terhitung berapa jumlahnya. Ucapan terima kasih ku tidak akan mampu membalas jasa kalian. Bahkan sekalipun aku bisa membangunkan sebuah singgasana emas yang super duper mewah, itu tidak akan sebanding dengan jasa yang kalian berikan pada ku, bahkan seujung jari jentik kalian.

Aku tahu kalian tidak meminta balasan dari ku, tapi aku akan memberikan yang terbaik yang aku punya untuk kalian. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa membuat kalian tersenyum terhadap ku. 

Kecupan hangat dari ku di tangan dan pipi kalian saat aku hendak pergi keluar rumah sebagai salah satu upaya ku untuk membuat kalian bahagia , itu adalah tanda bahwa aku sangat mencintai dan menyayangi kalian berdua melebihi apapun di dunia ini. 

Hanya itu bisa aku berikan saat ini.....


Ya Rab, satu pintaku, jaga Kedua Malaikat Ku untuk ku.”

Syukron...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibu, Aku Ingin Bebas

Ilmu Dunia SARJANA Tapi Ilmu Agama Cuma TK ???

Al-Khawarizmi