Toleransi Beragama



Assalamualaikum Wr. Wb.

Bagaimana kabarnya akhi dan ukhti? Mohon maaf baru kembali on diblog setelah off beberapa bulan terakhir karena susah dapat inspirasi dan sudah mulai sibuk dengan aktivitas lain. Alhasil blog saya jadi jarang terisi.Hehehe.. sok sibuk ya?? :)
  
Sebelumnya saya ucapkan Minal Aidzin Wal Faidzin kepada para pembaca. Mohon maaf lahir batin ya.. :)

Nahh kalau ngomongin soal lebaran tahun 2015 kemarin, ingat tidak dengan sesuatu yang menghebohkan di Indonesia? Yang sering aktif berselancar disosmed dan  sering nonton TV  pasti tahu kabar menghebohkan di Indonesia saat Idul Fitri 1436 H / 2015 M.

Yupp.. peristiwa Pembakaran Masjid di Tolikara, Papua. Kejadian ini menjadi sorotan tajam di medsos dan televisi. Kronologinya bertebaran dimedia masa dengan berbagai versi. Isu media masa yang takut dengan oknum-oknum tertentupun merebak karena ada salah satu media masa  yang merubah time line di artikelnya. Padahal masih dengan berita dan tulisan yang sama, hanya judulnya saja yang berbeda karena dirubah.

Entah apa maksud dari media masa tersebut. Itu urusan mereka. Saya bukan orang politik ataupun badan intel yang harus menyelidiki hal seperti itu. Jujur, saya buta politik, hehe...

Bicara soal toleransi, banyak sekali yang bisa kita bahas dari satu kata tersebut. Seperti yang ramai diberitakan, saat idul fitri 1436 H kemarin tepatnya tanggal 17 Juli 2015, warga muslim di Tolikara, Papua, Indonesia mengalami kejadian yang sungguh sangat tidak mengenakkan. Mereka, warga muslim yang sedang merayakan hari kemenangan idul firti dimana seluruh umat muslim seharusnya merasakan kebahagiaan justru harus mengalami kesedihan karena ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Masjid Baitul Muttaqin tempat umat muslim di Tolikara melaksanakan ibadah sholat ied dibakar. Kabar yang beredar simpang siur hingga tidak tahu versi mana yang benar. Masing-masing punya versi sendir. Bahkan heboh media masa takut untuk menjabarkan kebenaran yang terjadi. Wallahualam, semua kesalahan tidak ada yang tersembunyi dari pengawasan Allah. Jika memang benar pembakaran masjid itu dilakukan oleh orang non muslim yang tidak bertanggung jawab, sungguh teramat sangat disesalkan. Entah kenapa dan bagaiman hal semacam ini bisa terjadi di negara yang menjunjung tinggi kalimat Bhineka Tunggal Ika? Dimana rasa toleransi beragama rakyat indonesia jika hal semacam ini bisa terjadi?
Saya pribadi sebagai seorang muslim, melihat kejadian di Tolikara merasa prihatin dan terpukul. Bagaimana tidak, saudara muslim saya harus mengalami kesedihan justru disaat semua umat muslim di seluruh dunia merasakan kebahagiaan. Saya tidak akan membahas siapa yang salah dan benar dalam peristiwa di Tolikara. Saya hanya manusia biasa yang tidak punya kewenangan dalam hal menjelek2an pihak-pihak tertentu dibelakang sana yang tega menyakiti umat muslim di Tolikara. Semoga Allah memeberikan teguran yang sesuai untuk siapapun yang melakukan tindakan dzalim. Allah Maha Adil, Dia tahu bagaimana cara menegur hamba-Nya.

Dalam tulisan ini saya hanya ingin berbagi cerita ataupun pengalaman saya dalam hal mejalankan toleransi beragama dengan lingkungan sekitar saya. Saya tinggal di daerah perantauan. Ada banyak suku dan agama yang berdomisili di daerah tempat saya tinggal. Saya sendiri bertetangga dengan orang kristiani. Saya dan tetangga yang lain amat sangat rukun dengan orang kristiani tersebut. Saat hari raya natal, dia memberikan makanan kepada tetangga sekitar. Makanan yang dia berikan pun insyaAllah halal karena dibuat tanpa melibatkan makanan yang tergolong haram dalam agama islam. Kenapa saya bilang insyaAllah halal? Karena tetangga saya yang kristiani tersebut sering meminta bantuan kepada ibu dan tetangga yang lain untuk memasakan makanan dirumahnya disaat hari raya natal maupun acara yang lain. 

Seperti kita ketahui bersama, umat muslim punya batasan halal dan haram dalam hal makanan. Tetangga kristiani saya itu mengerti dan menghargai hal itu. Untuk menghargai warga muslim yang akan dia bagikan makanan, dia memisahkan antara makanan yang dia makan dan tidak boleh dimakan oleh umat muslim (haram) dengan makanan yang boleh dimakan oleh tetangga muslimnya. Contohnya marus. Akhi dan Ukhti tahu Marus? Ya, marus adalah sebuah olahan yang terbuat dari darah. Dalam islam jelas bahwa darah itu haram untuk dikonsumsi. Tetangga kristiani saya ini mencampurkan darah ayam yang dia potong kedalam olahan daging ayam yang akan dia makan. Karena dia tahu bahwa marus itu haram bagi umat muslim maka dia memisahkan daging ayam yang tidak dimasak oleh campuran marus dan meminta ibu saya untuk memasaknya secara terpisah. Sedangkan untuk memotong ayam dia meminta bantuan kepada tetangga muslim sekitar yang pandai memotong ayam.

Selain soal makanan, dia juga menghormati umat muslim disekitarnya dalam hal beribadah. Jika dia sedang menyetel lagu kristiani dan tiba-tiba terdengar adzan maka dia akan mematikannya untuk sementara. Saat berkunjung ke rumah saya dan mendengar saya sedang mengaji atau sedang sholat maka dia akan mengecilkan suaranya ketika mengobrol.

Selain memilki tetangga non muslim di sekitar tempat tinggal,dalam lingkungan pertemanan pun  saya juga punya banyak teman non muslim. Saat saya kuliah dulu, saya mempunyai teman non muslim yang baik. Panggilannya Cicil. Dia seorang kristiani yang taat. Saya sangat akrab dengan dia. Orangnya humoris dan sederhana. Kami saling mengingatkan soal ibadah. Jika saya belum sholat, maka dia mengingatkan saya. Jika saya sedang berkunjung ketempatnya dan saya lupa membawa mukena maka dia akan membantu saya mencari pinjaman mukena ke kamar yang lain. Ketika idul fitri, dia mengucapkannya kepada saya melalui SMS atau media sosial. Saat saya ultah pun dia tidak lupa mengucapkannya pada saya dan ikut menyiapkan surprise dengan teman-teman yang lain. Saat dia punya makanan lebih maka dia akan berbagi dengan saya. 

Cicil saat memberikan surprise di ultah saya tahun 2013


Bagaimana, Dari cerita kehidupan sekitar dan pertemanan saya dengan orang non muslim apakah bisa ditarik sebuah kesimpulan? Sungguh indah bukan kehidupan ini jika kita mau menjalankan toleransi beragama?

Allah SWT pun menjelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Kafirun ayat ke 6 yang berbunyi :
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku”

           Dalam ayat tersebut tersurat makna bahwa kita harus memiliki jiwa toleransi dalam beragama. Saling mengerti dan menghargai. Namun dalam agama islam, toleransi yang dimaksud adalah dalam hal muamalah bukan dalam hal akidah. Ini perlu di garis bawahi. Ingat, bukan dalam hal akidah ya akhi dan ukhti. Sebagai umat islam, kita harus tahu apa itu akidah. Itu sangat penting karena menyangkut keimanan kita pada Allah SWT. Allah SWT dan rasul-Nya menganjurkan umat Islam bertoleransi dalam bidang muamalah, yaitu hal-hal yang menyangkut kemanusiaan dan tolong-menolong. Misalnya bersama-sama membangun jembatan, menengok ketika ada yang jatuh sakit, bergotong royong membangun umah, menolong pemeluk agama lain yang tertimpa musibah, dan kegiatan masyarakat lainnya. Hal ini dicontohkan Rasulullah yang menghormati jenazah Yahudi yang lewat dihadapannya. Namun, dalam bertoleransi kita tidak boleh mencampuradukkan masalah akidah. Akidah merupakan bagian esensial atau inti dari suatu agama.  Agar tidak terjadi kebiasaan mencampuraduk akidah Allah menurunkan Surah al-Kafirun [109] sebagai pedoman dalam bertoleransi tersebut. (http://mengerjakantugas.blogspot.com/2014/07/isi-kandungan-surah-al-kafirun-109-ayat.html)


www.pusakaindonesia.org
Sebagai manusia yang memiliki kepercayaan masing-masing terhadap Tuhan, kita harus bisa menjaga keyakinan itu dengan sepenuh hati dan jiwa serta mengamalkannya dengan baik dalam kehidupan nyata. Didalam sebuah agama ada keyakinan yang tertanam disana. Bagi saya yang seorang muslim dan memeluk agama islam, tertanam dalam hati dan jiwa saya sebuah keyakinan terhadap Allah SWT bahwa Dialah satu-satunya Rab atau Tuhan yang patut disembah. Begitupun dengan agama yang lain, mereka punya doktrin dan keyakinan yang mereka percaya yang tidak perlu kita usik selama dia tidak mengusik kita. Keyakinan kepada Tuhan adalah privasi setiap orang. Itu urusan hati masing-masing manusia dengan Penciptanya.

Perpecahan dan permusuhan dalam hal agama terjadi karena perilaku yang saling memancing. Ya, memancing permusuhan. Tidak ada asap jika tidak ada api bukan? Pada intinya setiap agama mengajarkan hal yang baik. Hanya saja penafsiran agama yang satu dengan yang lain yang beebeda sehingga memancing permusuhan.

Saya punya cerita lain, soal teman yang pindah agama.  Bukan dari nonis menjadi islam, tapi  justru dan islam menjadi nonis. Bagi saya yang seorang muslim, mendengar pernyataan bahwa dia telah berpindah agama membuat saya kaget dan tidak percaya. Awalnya dia tidak secara gamblang bercerita pada saya bahwa dia sudah masuk agama kristen. Saya dan dia bermain layaknya teman muslim dan saling mengingatkan sholat, puasa dan lain sebagainya. Dia pun masih sering mengucapkan kalimat Allah, seperti alhamdulillah. Namun saya merasa aneh ketika dia menceritakan pacar-pacarnya yang selalu beragama non islam dan bahkan atheis. Tapi saya fikir mungkin dia hanya berniat pacara saja tidak sampai menikah. Hingga pada akhirnya dia mau mengaku pada saya setelah saya mengutak-atik dompetnya.

Saat itu saya melihat-lihat isi dompetnya dan menemukan kartu yang ada lambang dan bacaan kritiani. Kita panggil saja A. Saya tanya sama si A  “Ini kartu apaan?”. Dia jawab “Ohhh itu kartu jemaat”. Saya balik tanya lagi “Jemaat apaan?”
“itu kartu jemaat kristen, Mel. Jadi kalo loe punya kartu itu loe gratis ke rumah sakit itu ( saya lupa nama rumah sakitnya)”. Jawab si A.

Saya kaget dan mulai khawatir. Dikartu tersebut ada nama teman saya itu. Dan saya tanya lagi “Loe bikin kartu jemaat ini dimana?”. Si A jawab “Digereja, Mel”. Perasaan saya sudah mulai tidak enak mendengar dia sudah berkunjung ke gereja. Saya terus bertanya kembali “Untuk bikin kartu semacam ini pasti pihak gereja membutuhkan data pribadi loe dong. Nah.. loe ngaku agama apa ke pihak gereja?”

Tanpa basa-basi,terlihat begitu santai sambil tertawa kecil si A menjawab “kristen lah”. Spontanitas saya kaget  dan langsung reflek menjawab “Astagfirullahaladzim, demi biaya gratis kerumah sakit , loe rela menggadaikan agama loe?Loe rela mengaku agama kristen cuma kartu ini?” ujar saya sambil menggoyang-goyangkan kartu jemaat miliknya di depan matanya. Setelah  saya berkata seperti itu, dia bilang “ Oh iya gue loe belum tau ya Mel kalau gue pindah agama? Gue udah masuk kristen sejak setahun lalu.”

Reaksi pertama saat saya dengar kalimat itu dari dia, saya diam. Saya tidak menunjukkan ekspresi kaget. Saya diam justru karna saking kagetnya. Saya sampai bingung harus berkata apa. Ekspresi saya biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa. Saya mencoba untuk tidak kaget secara frontal didepannya dan mengatakan segala kata-kata ceramah karena kebetulan kami sedang berada di tempat   perbelanjaan dan  sedang menunggu jam berbuka puasa. Orang di sekitar saya ramai sekali. Selain itu saya juga berusaha untuk menghormati agama yang dia peluk sekarang. Saya tidak mau tiba-tiba suasana pertemanan saya dengan dia  berubah karena hal itu. Bagaimanapun, agama yang sudah dia peluk itu merupakan tanggung jawabnya kepada sang pencipta. Dan akhirnya kata yang keluar dari mulut saya hanya “ooohhhh....”.

Saat itu dia sudah mulai mengajak saya berdebat soal agama yang dia peluk sekarang dengan agama islam. Sebagai seorang muslim, sedikit banyak saya mengerti soal agama yang saya peluk . Jika saya mau menjawab perdebatannya, saya akan dengan mudah menjawabnya. Namun saat itu saya sedang tidak ingin banyak bicara dan tidak mau berdebat panjang lebar yang pada akhirnya akan mengundang perhatian orang lain. Terlebih lagi saya masih shock dengan pengakuan dia sebelumnya soal pindah agama. Agama itu suatu hal yang sensitif, jika ada yang tidak terima dengan jawaban saya justru itu akan menjadi bumerang bagi saya sendiri. Bukannya saya tidak mau membela atau membeberkansegala macam teori islam yang saya ketahui, namun saya yakin Allah Maha Tahu apa yang saya fikirkan saat itu kenapa saya memilih diam dan tidak menggubris perdebatannya. Terlebih lagi ilmu agama yang saya miliki belumlah tinggi sehingga takut apa yang saya ucapkan akan membawa pemahaman yang berbeda antara saya dengan teman saya tersebut.

 Dari pengalaman saya dan si A bisa diambil sebuah hikmah bahwa toleransi beragama itu bisa dilaksanakan dengan baik jika masing-masing pribadi sadar akan perdamaian. Sadarlah bahwa kita hidup tidak sendiri didunia ini dan pasti akan selalu membutuhkan bantuan orang lain baik itu bantuan dari saudara, teman, dan masyarakat yang tidak semuanya memeluk agama yang sama. Dalam agama islam yang saya anut, Allah memerintahkan untuk hidup bertoleransi. Allah Maha Adil, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dalam segala hal. Kita kan hanya manusia biasa yang berkedudukan sebagai makhluk ciptaan Allah, masa bertingkah tidak bijaksana?

Dendam dan permusuhan antargolongan tidak bermanfaat. Dendam dan permusuhan hanya mendatangkan kesengsaraan dan kerugian. Ketenangan dan kedamaian sirna oleh dendam dan permusuhan. Perbedaan dan keragaman harus disikapi dengan bijaksana. Selama kita tidak mengganggu penganut agama lain dan tidak mau diganggu oleh penganut agama lain maka keindahan dalam toleransi beragama akan berjalan dengan baik. Sebagai umat islam, kita tetap harus berpegang teguh dengan keyakinan kita bahwa hanya Allah SWT yang patut disembah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Toleransi jalan, akidah tetap terjaga.  Right, akhi dan ukhti?


Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Setiap masalah pasti adal solusinya. Ambiillah hikmah dari setiap kejadian. Baik itu hikmah yang menyenangkan maupun hikmah kekecewaan. Dan ambillah solusi yang baik menurut kesepakatan bersama dimana tidak ada pihak yang dirugikan dalam hal tersebut.

Semoga tulisan ini bermafaat bagi pembaca. Meski banyak kekurangan, mohon untuk dimaklumi dan alangkah senangnya saya jika pembaca mau memberikan saran dan masukan untuk artikel yang saya posting di blog saya.

Tidak ada yang sempurna didunia ini selain Allah, maka mohon maaf atas semua kesalahan saya.

Syukron :)




Komentar

  1. Andaikan semua org spt penulis tentu tdk perlu ada konflik2 agama yg sering terjadi di tanah air.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hanya orang2 yang imannya lemah yang melakukan kejatahan atas nama agama dan Tuhan.
      Karena pada dasarnya semua agama selalu mengajarkan kebaikan.

      Terima kasih sudah membaca.. :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibu, Aku Ingin Bebas

Ilmu Dunia SARJANA Tapi Ilmu Agama Cuma TK ???

Al-Khawarizmi