Hanya Kain Kafan, Keranda, Dan Ruang Sempit
Assalamualaikum, akhi
dan ukhti…
Syukron untuk semua yang masih setia mampir di blog Melan. :)
By the way, bagaimana
kabar akhi dan ukhti? Semoga senantiasa dalam keadaan sehat dan selalu dalam
lindungan Allah SWT. Aamiin…
Saya punya pengalaman yang ingin saya bagi dengan teman-teman semua.
Pengalaman yang membuat saya merasa menjadi makhluk yang paling hina, paling memalukan
, dan paling kecil di hadapan Allah.
Kurang lebih seminggu yang lalu kakek saya meninggal dunia. Beliau menghadap
Ilahi dengan tenang pada hari kamis tanggal 15 Februari 2016. Dan hal ini merupakan kali pertama bagi saya mendengar kabar kematian dari salah
satu kerabat terdekat di usia yag sudah dewasa seperti sekarang.
Saya dan kakek saya tidak begitu dekat.
Beliau tinggal di kampung halaman ibu saya di daerah Rangkas Bitung, dan
saya tinggal di Serang. Walaupun saya
tidak begitu dekat dengan beliau, namun
saat mendengar kabar berita bahwa beliau telah berpulang ke Rahmatullah air
mata saya langsung menetes tanpa saya sadari. Teringat hari terakhir kali saya bertemu
beliau yang memang saat itu dalam keadaan sakit, saya hanya sempat mencium tangannya
dan saling menyapa sebentar.
Keesokan harinya saya hadir di proses pemakaman beliau. Dan ini juga merupakan kali pertama bagi
saya ikut dalam proses pemakaman. Mulai dari mengikuti penggotongan keranda menuju pemakaman sampai dengan beliau
dimasukkan ke liang lahat.
Ada banyak hal yang membuat saya menangis di sepanjang proses pemakaman
kakek saya. Hal pertama yag membuat hati saya terasa sesak yakni saat melihat
mayat almarhum terbungkus kain putih.
Saat melihat jasad beliau dalam keadaan terbujur kaku didalam balutan kain kafan, saya teringat pakaian yang saya pakai didunia. Beberapa model, jenis
bahan dan harga sudah pernah saya pakai. Dengan rasa bangga saya memakai pakaian
itu dihadapan manusia. Tapi saya sadar ketika melihat pakaian terakhir yang
dipakai oleh kakek saya saat menghadap
Allah hanyalah Kain kafan. Ya, hanya kain kafan berwarna putih yang membalut tubuh
rentanya. Tidak ada embel-embel jas, celana bahan atau jeans, kaos atau kemeja
mewah, hanya KAIN KAFAN. Itu saja. Malu
hamba ya Rab, malu sekali pada-Mu.
Hal kedua yang membuat saya menangis
yaitu saat melihat orang-orang menggotong keranda kakek saya. Mata saya sudah sesak dengan air mata yang menggenang,
berebut ingin keluar. Saya coba tahan
karena saya tidak ingin terlihat cengeng, namun gagal.
Saya sedih bukan karena saya begitu terpukul dengan kepergian kakek
saya. Saya memang sedih atas kepergian beliau,
namun yang paling membuat saya sedih adalah kehidupan dunia fana yang sedang manusia
jalani sekarang.
Teringat betapa semua orang berusaha mati-matian ,bahkan mengorbankan
kewajiban mereka kepada Allah demi mengumpulkan
pundi-pundi rupiah untuk membeli semua kebutuhan duniawi. Tapi tiba-tiba saya
berfikir bahwa semua itu tidak berguna di akhirat.
Semua orang berlomba membeli motor dan mobil mewah untuk kepuasan hidup.
Nabung di bank sana-sini. Pinjam ke si A, si B si C sampai ke si Z. Bahkan ke
rentenir super sadis sekalipun juga di jabanin. Walaupun bunganya
segudang. Tapi sadarkah kita, saat hendak dikuburkan ke liang lahat motor
dan mobil itu tidak berguna. Hanya keranda dari bambu atau besi yang menjadi kendaraan
terakhir kita menuju liang lahat. Hanya KERANDA.
Hal terakhir yang membuat air mata saya tidak bisa dibendung lagi bahkan
saya tidak peduli menangis diantara banyak
pelayat, yakni saat jasad kakek saya masuk kedalam liang lahat. Wajah renta beliau
dihadapkan ke tanah. Kepala beliau hanya di ganjal oleh beberapa bola tanah
berukuran kecil yang sudah disiapkan penggali
kubur sebagai bantal terakhirnya. Ya, hanya bola tanah kecil yang menjadi
bantal tidurnya. Terkadang kita bersikeras ingin tidur dengan bantal dan kasur
yang empuk, tapi kenyataannya kita hanya berbantal dan berkasur tanah.
Setelah di adzankan kemudian jasad beliau ditutup oleh papan pembatas antara
tanah galian dan jasad.Tanah kuburan perlahan menutup seluruh tubuhya. Keranda bambu yang digunakan untuk menggotong
jenazahnya di taruh di atas pusaranya sebagai tanda bahwa itu kuburan
baru. Hanya itu tandanya, tidak ada nama
atau keramik yang menghiasi kuburan beliau, karena memang tidak diizinkan oleh
warga segitar untuk member hiasan keramik.Dan orang daerah sekitar sudah bisa
menghafal letak kuburan kerabatnya tanpa harus diberi nama. Hanya sesederhana
itu pusara kakek saya. Kemudian terakhir adalah doa bersama diatas pusaranya.
Setelah itu? Setelah semua proses selesai, jasad renta kakek saya ditinggalkan
sendirian begitu saja, kedinginan, gelap, sempit dan sepi didalam tanah. Saya ingin nangis
sejadi-jadinya saat itu. Ditambah memikirkan bagaimana arwah kakek saya berinteraksi dengan malaikat maut. Sesak dada
saya memikirka semuanya.
Menyadari kenyataan tersebut saya menangis menjadi-jadi. Mugkin sebagian
pelayat yang melihat tangisan saya menganggap saya alay, sangat dramatis menangisi
kakek yang tidak begitu dekat dengan saya. Namun sebenarnya tangisan saya tidak
lain untuk diri saya sendiri. Saya mulai memikirikan nasib diri saya yang kelak
akan mengalami hal yang sama dengan kakek saya. Pasti dan mutlak.
Melihat serangkaian proses pemakaman kakek saya, saya mulai berfikir apa
sebenarnya arti dan tujuan hidup ini? Apa yang kita kejar di duia ini? Bersenang-senang?
Menumpuk harta?
Masih kah kita berfikir untuk memperbanyak harta di dunia yang tidak ada
apa-apanya ini, disaat kita tahu bahwa tidak ada satupun dari benda-benda atau harta itu yang akan kita bawa ke liang lahat?
Masih kah kita berfikir untuk mengoleksi baju dengan segala macam model,
jenis bahan , merk dan harga yag selangit? Sementara kita tahu bahwa hanya kain
kafan yang akan kita pakai untuk menghadap Allah.
Masih kah kita berfikir untuk mengoleksi kendaraan super mewah keluaran
terbaru demi kesenangan duniawi? Padahal yang kita butuhkan saat menghadap Allah hanya keranda
(katil).
Masih kah kita berfikir untuk mengumpulkan uang demi membangun rumah yang
megah? Padahal kita tahu bahwa hanya ruangan bawah tanah yang sempit berukuran
maksimal 2,5 x 1,5 m yang akan menjadi rumah
terakhir kita.
Masih kah kita berfikir untuk terus bersenang-senang, meninggalkan
kewajiban kita sebagai hamba Allah, meniggalkan shalat, malas membaca Al-Quran,
lupa zakat, korupsi, melawan orang tua, bertegkar dengan sesama muslim, berzina,
mabuk-mabukan, mengumbar aurat sana-sini?
Padahal kita tahu bahwa pada akhirya kita hanya di tinggal sendirian di liang
lahat, tidak ada yang menemani kecuali amal baik kita selama hidup di dunia.
Semua yang kita lakukan tanpa dasar agama akan sia-sia belaka. Banyak
diantara kita yang rela banting tulang, berjuang siang dan malam bahkan sampai
rela meninggalkan kewajiban kita sebagai hamba Allah hanya untuk mengumpulkan
uang demi membeli barang-barang yang kita inginkan seperti Handphone, motor, mobil, pakaian bermerk,
parfum terharum, dan lain-lain .
Bekerja mengejar target, lembur sampai larut malam, lupa sholat, lupa mengaji
Al-Quran , untuk apa semua itu? Tidak kah kita berfikir semua itu tidak ada
mafaatnya diakhirat kelak? Uang yg kita peroleh dari hasil kerja keras sampai
melupakan kewajiban utama sebagai makhluk Allah tidak akan kita bawa ke akhirat.
Amalan sholat dan membaca Al-Quran-lah salah satunya yang akan menemani kita didalam
kubur. Tidak kah kita berfikir sesimple itu?
Terkadag kita membuat hidup ini menjadi sulit. Mengejar kehidupan duniawi
yag mewah dengan segala macam gemerlapnya hanya akan membuat kita lupa apa
tujuan hidup yang sudah Allah berikan pada kita. Padahal sejatinya hidup yang
Allah berikan hanya untuk beribadah kepada-Nya.
Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Adz-Dzaariyat ayat 56.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku |
Tujuan hidup ini sederhana bukan? Manusialah yang membuatnya menjadi sulit dan
rumit. Hidup dengan banyak tujuan macam-macam yang sebenarnya tidak perlu. Padahal Allah tidak pernah meminta kita untuk membawa mobil, rumah,
pakaian mahal dan bermerk ke akhirat. Allah tidak pernah meminta kita mengumpulkan
harta sebanyak mungkin dan dibawa kealam akhirat untuk bekal hidup kita disana.
Allah tidak pernah meminta kita menghabiskan waktu didunia hanya untuk bersenang-senang tanpa
tujuan yang jelas.
Semua manusia pasti akan mengalami yang namanya mati. Dimanapun, kapanpun
, kematian akan selalu mengincar. Tidak
ada satupun makhluk Allah yang luput dari kematian. Dan perlakuan yang kita
terima saat ajal menjemput akan sama seperti yang dialami kakek saya.
Jika kita berfikir bahwa kita akan hidup selamanya di dunia, kita tidak
akan pernah berusaha mengumpulkan amal baik sebagai tabungan di akhirat. Tapi
jika kita berfikir bahwa suatu saat Allah pasti akan meminta malaikat maut-Nya menjemput
kita dan membawanya pulang kehadapan-Nya, ke alam yag kekal, dimana di alam
tersebut semua akan Allah tunjukkan mana yang benar dan mana yang salah,
manusia akan berbondong – bonding menyiapkan tabungan akhirat.
Jika kita bisa mengambil hikmah dari setiap peristiwa dan menjadikannya
pelajaran untuk berubah kearah yang lebih
baik, maka berutunglah kita karena tu tanda bahwa Allah masih melunakkan hati
kita untuk bisa menerima hidayah-Nya. Tetapi jika kita tidak peka, atau bahkan
cuek dan tidak peduli dengan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan Kebesaran dan
Keberadaan Allah maka kita harus malu, takut, beristighfar dan memohon ampun
pada-Nya. Kenapa? Karena bisa jadi Allah sudah menutup pintu hati kita untuk tidak
bisa menerima hidayah-Nya.
Semoga kita menjadi makhluk Allah yang senantiasa mengingat-Nya dimanapun
dan kapanpun kita berada. Satu lagi yang
penting, semoga Allah mengizinkan kita meninggal dalam keadaan khusnul khotimah
dan dijaga dari api neraka. Aamiin…..
Komentar
Posting Komentar