Galau Itu Baiknya....




Assalamualaikum akhi yang soleh dan ukhti yang solehah, semoga hari-hari kita selalu diisi dengan kegiatan yang bermanfaat dan diridhoi Allah.. aamiin :)

Diantara akhi dan ukhti, siapa yang belum pernah jatuh cinta? Hayoo ngaku pasti akhi dan ukhti pernah mengalami yang namanya jatuh cinta, ya kan? Saya cuma bilang jatuh cinta lho ya, bukan bilang pacaran. Kalau pacaran saya yakin pasti di antara akhi dan ukhti ada yang belum pernah pacaran dan bahkan tidak akan pernah mau pacaran, dan hanya mau langsung menikah saja. Karena pacaran memang dilarang dalam agama islam, yang ada hanya ta’arufan. 

Disini saya ingin membahas tentang ‘galau’. Galau ini sudah jadi trend remaja. Tapi sayang, galaunya remaja ini kebanyakan bukan galau karena cinta pada Allah, tapi galau karena cinta pada sang kekasih yang belum halal.Jatuh cinta adalah hal yang manusiawi. Allah tidak pernah melarang hamba-Nya untuk jatuh cinta. Cinta itu anugerah Allah yang patut disyukuri. Apa rasanya hidup tanpa cinta? Kata Almarhum A. Rafiq, penyanyi dangdut kondang indonesia, beliau bilang dalam lagunya bahwa hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga, duhh hampa dan tak berwarna hidup kita ini kan?hehehe.. 

Cinta itu tidak pernah salah. Cinta itu suci, dia hadir karena ketulusan hati manusia yang ingin membagi rasa sayangnya kepada orang lain, baik kepada orang tua, adik dan kakak, atau kepada lawan jenis. Cinta itu tergantung orang yang me-managenya, jika cinta itu hadir di hati orang yang soleh maka cinta itu akan tumbuh atas dasar takwa kepada Allah dan akan menghasilkan hal-hal yang positif. Tetapi jika cinta itu hadir pada orang yang imannya lemah maka dasar cinta itu bukan karena Allah tapi karena nafsu setan belaka. Maka tidak heran jika banyak peristiwa tidak menyenangkan terjadi dikalangan orang-orang yang jatuh cinta karena nafsu, seperti hamil di luar nikah,  saling menganiaya pasangan, selingkuh, dan lain sebagainya. naudzubillah.. semoga kita tidak termasuk dalam kategori seperti itu. 

Zaman sekarang ini, kebanyakan remaja indonesia menggunakan rasa cintanya untuk hal-hal yang tidak membawa berkah. Remaja  zaman sekarang  menjatuhkan cintanya kepada lawan jenis yang ujung-ujungnya malah membuat mereka galau bukan kepalang. Uring-uringan tidak karuan dan meratapi nasib cintanya seolah tidak ada hari esok. 

Saya tidak menyalahkan atau menjelek-jelekkan rasa galau yang hadir di hati setiap orang. Galau itu wajar kok, tapi alangkah baiknya jika rasa galau itu digunakan untuk hal-hal yang positif. Misalnya galau memikirkan masa depan, galau memikirkan akhirat, galau jika akhlak belum benar, galau kalau tinggalkan shalat, galau jika belum baca Al-Quran, dan yang lainnya. Allah menyukai orang  yang sedari muda sudah memikirkan akhirat lhoo. Jangan pas sudah tua saja baru ingat akhirat. Tua ingat akhirat itu biasa, tapi muda ingat akhirat itu luar biasa. 

Mirisnya, saat ini remaja yang fokus pada akhirat itu tidak banyak. Mereka yang muda justru menggunakan waktunya untuk memikirkan masalah cinta. Mending kalau mikirin cinta kepada Allah,lahh ini cinta kepada lawan jenis yang bukan mukhrim. Saat cinta mereka mengalami masalah, emosi remaja yang masih labil ini banyak menimbulkan perasaan yang tidak karuan. Hingga pada akhirnya tidak jarang perasaan cinta itu berujung galau. 


Saya beri contoh sikap galau ala remaja kalau lagi ada masalah sama sang kekasih. Kekasih gak telepon sehari, uring-uringan, ngambek gak mau makan. Kekasih gak sms sehari, moodnya jadi jelek, keluarga di rumah yang kena marah.  Putus sama kekasih, beuuhhhh mogok bicara, mogok makan, mogok ibadah, mogok kerja, marah-marah gak jelas, mata sembab nangisin mantan, gak mau keluar kamar, lihatin photo mantan berjam-jam sampai beler tuh mata. astaghfirullah...semoga akhi dan ukhti tidak seperti itu. 

Contoh di atas bukan mengarang lhoo. Ini fakta yang terjadi pada teman-teman saya,baik yang wanita maupun laki-laki.  Sudah tidak terhitung berapa teman yang curhat ke saya soal cinta, dan beberapa berakhir dengan kata ‘Putus’. Ujung-ujungnya nangis di depan saya. 

Sekarang saya tanya sama akhi dan ukhti, adakah manfaat bergalau ria karena urusan cinta dengan pacar? Apa coba manfaatnya? Bisa  komentar di bawah jika memang akhi dan ukhti punya alasan tersendiri. Semua orang punya pendapat masing-masing. Saya hanya ingin tahu saja sudut pandang orang lain tentang galau karena urusan cinta dengan lawan jenis yang bukan muhrim.

Jujur, menurut saya pribadi galau karena urusan cinta dengan pacar, sungguh bukan hal yang patut dipelihara. Budayakan rasa malu kepada Allah jika akhi dan ukhti melakukan hal-hal konyol hanya karena urusan cinta dengan pacar. Siapa sih si dia sampai berhak mendapat tangisan dari akhi dan ukhti? Orang tua bukan, adik atau kakak bukan, kerabat dekat juga bukan. Apa yang sudah si dia berikan kepada akhi dan ukhti sampai akhi dan ukhti rela mogok makan karena putus dengan si dia? Kasih sayang yang tulus seperti yang Allah dan orang tua akhi dan ukhti berikan kah? Tidak kan? Coba sekarang direnungkan baik-baik, apa pantas akhi dan ukhti melakukan tindakan yang menyiksa diri sendiri hanya karena pacar, yang tidak punya status apapun dalam keluarga akhi dan ukhti?

Jujur dari lubuk hati yang paling dalam, saya hanya bisa tertawa, sedih, dan mengelus dada mengucapkan istighfar melihat remaja yang bergalau ria setiap hari hanya demi pacar. Entah apa yang ada di dalam benak dan fikiran mereka sampai rela bertindak konyol seperti sikap di atas. Saya rasa maraknya remaja yang bergalau ria terjadi akibat tontonan sinetron yang tidak mendidik. Sinetron yang ditayangkan diberbagai stasiun televisi indonesia sekarang ini rata-rata isinya tentang percintaan remaja yang tidak patut untuk ditiru. Pacaran gaya alay dengan adegan nan romantis seperti pasangan suami istri diekspose tanpa mementingkan sisi mendidik atau tidak adegan tersebut. Pegangan tangan, pelukan depan umum, ciuman, tatapan mata berjam-jam, cium kening dan pipi, dan adegan tidak mendidik lainnya menjadi sesuatu yang normal dan menyenangkan untuk ditonton bagi remaja yang masih labil. 

Kata-kata sayangku, cintaku, kamunya aku, my baby honey, my sweety, my lovely, dan my my yang lainnya seperti kata-kata yang tidak asing lagi digunakan oleh remaja yang sedang dimabuk asmara. Mereka tidak malu mengumbar kata-kata manis itu diberbagai media sosial. Ini akibat gaya pacaran yang dipertontonkan oleh sinetron remaja yang menjamur di indonesia. Saya geli dan jiji melihat salah satu sinetron yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta yang bergaya ala twilight dengan adegan percintaan remaja yang tidak mendidik. Akhi dan ukhti pasti tahu sinetron mana yang saya maksud. Pakai seragam sekolah swasta tapi gaya pacarannya sudah seperti suami istri. Adegan tangis yang dramatis seperti ditinggal mati oleh orang tua, padahal hanya karena si pacar tidak ada kabar. Astaghfirullah, coba fikir dimana sisi mendidiknya?

Wahai akhi dan ukhti, tidak ada yang berhak melarang seseorang untuk bergalau ria. Itu hak asasi semua orang. Allah juga tidak melarang hamba-Nya galau. Tetapi alangkah baikya jika akhi dan ukhti menggunakan rasa galau yang hinggap itu untuk hal-hal yang mendatangkan rahmat atau berkah dari Allah. Galaulah jika kita sampai melanggar aturan Allah, galaulah jika kita belum bisa membahagiakan orang tua, galaulah jika kita menjadi orang yang tidak bermanfaat bagi orang lain, galaulah jika sekolah atau kuliah kita belum sebaik teman kita yang prestasinya gemilang, galaulah jika kita belum bisa berkontribusi untuk agama dan negara, galaulah segalaunya untuk hal yang memang pantas digalau-kan. 

Mungkin ada diantara akhi dan ukhti berkata “Ah si Melan ini mah cuma bisa ngomong doang. Ngomong mah gampang, ngelaksanainnya yang susah”. Saya maklumi pendapat seperti itu, karena memang pada kenyataannya bicara itu lebih mudah dari pada pelaksanaannya. Saya tidak akan berani menulis tentang masalah galau ini jika saya belum bisa mengaplikasikannya pada diri saya sendiri. Alhamdulillah perlahan saya sudah bisa mengendalikan emosi saya, dan saya bisa me-manage rasa cinta saya antara kepada Allah, orang tua, teman dan lawan jenis. Bukan berarti kata “kepada lawan jenis” ini saya sedang pacaran dan menghalalkan pacaran. Tapi kata “kepada lawan jenis” ini bisa diartikan rasa sebatas mengagumi saja. Sedikit demi sedikit saya belajar untuk membudayakan rasa malu pada Allah dan pada diri saya sendiri jika hanya bisa berkata-kata seolah-olah menyuruh orang lain menjadi pribadi yang benar padahal diri sendiri saja belum benar.

Saya bukan manusia yang sempurna, saya punya banyak kekurangan, saya makhluk Allah yang tidak lepas dari dosa. Bukan berarti saya menulis seperti ini saya sudah benar sendiri, namun dengan menulis seperti ini saya sambil berusaha dan dalam proses perbaikan diri. Semoga Allah selalu menjaga kita dari godaan setan yang terkutuk. Aamiin.. :)


Syukron.. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibu, Aku Ingin Bebas

Ilmu Dunia SARJANA Tapi Ilmu Agama Cuma TK ???

Al-Khawarizmi